Kamis, 16 Mei 2013

Konseling Kelompok


Layanan konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dinamika kelompok ialah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok (Prayitno dalam Vitalis, 2008:63).

Layanan konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina, dalam suatu kelompok kecil mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor, dimana komunikasi antar pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu ke arah yang lebih baik (Winkel dan Hastuti, 2004:198).

Tujuan Konseling Kelompok

Tujuan konseling kelompok antara lain (Prayitno dalam Vitalis, 2008:63):

  1. Melatih siswa agar berani bicara dihadapan orang banyak
  2. Melatih siswa dapat bertoleransi dengan temannya
  3. Mengembangkan bakat dan minat masing-masing
  4. Mengentaskan permasalahan-permasalahan yang dihadapi kelompok
  5. Melatih siswa untuk berani melakukan sharing dalam kelompok

Tujuan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan berkomunikasinya. Melalui konseling kelompok hal-hal yang dapat menghambat atau mengganggu sosialisasi dan komunikasi siswa diungkap dan didinamikakan melalui berbagai teknik, sehingga kemampuan sosialisasi dan berkomunikasi siswa berkembang secara optimal (Tohirin, 2007:181).

Materi Layanan Konseling Kelompok

Materi layanan konseling kelompok dapat mencakup hal-hal sebagai berikut (Prayitno dalam Vitalis, 2008:64):
  1. Pemahaman dan pengembangan sikap, kebiasaan, bakat, minat, dan penyalurannya
  2. Pemahaman kelemahan diri dan penanggulangannya, pengenalan kekuatan diri dan perkembangannya
  3. Perencanaan dan aktualisasi diri
  4. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi, menerima atau menyampaikan gagasan, ide, opini, perilaku, dan hubungan sosial
  5. Mengembangkan hubungan dengan peer group, baik di sekolah maupun di luar sekolah
  6. Mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar, disiplin belajar, dan berlatih, serta melatih teknik-teknik penguasaan materi pelajaran
  7. Pemahaman kondisi fisik, sosial, dan budaya dalam kaitannya dengan orientasi belajar di Perguruan Tinggi
  8. Mengembangkan kecenderungan karier yang menjadi pilihannya
  9. Orientasi dan informasi karier, dunia kerja, dan prospek masa depan
  10. Pemantapan dalam mengambil keputusan dalam rangka perwujudan diri.

Teknik Layanan Konseling Kelompok

Terdapat dua teknik layanan konseling kelompok antara lain (Tohirin, 2007:182):

a. Teknik Umum (pengembangan dinamika kelompok) 

Secara umum, teknik-teknik yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan konseling kelompok mengacu kepada berkembangnya dinamika kelompok yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok untuk mencapai tujuan layanan. Adapun teknik-teknik tersebut secara garis besar meliputi antara lain :
  1. Komunikasi multi arah secara efektif dinamis dan terbuka
  2. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan, diskusi, analisis, dan pengembangan argumentasi
  3. Dorongan minimal untuk memantapkan respon aktivitas anggota kelompok
  4. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh untuk lebih memantapkan analisis, argumentasi, dan pembahasan
  5. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang dikehendaki

Teknik Permainan Kelompok

Dalam layanan konseling kelompok dapat diterapkan teknik permainan baik sebagai sebagai selingan maupun sebagai wahana (media) yang memuat materi pembinaan tertentu. Permainan kelompok yang efektif harus memenuhi cirri-ciri sebagai berikut :
  1. Sederhana
  2. Menggembirakan
  3. Menimbulkan suasana rileks dan tidak melelahkan
  4. Meningkatkan keakraban
  5. Diikuti oleh semua anggota kelompok

Fase-fase Proses Konseling Kelompok

Terdapat lima fase proses konseling kelompok (Winkel dan Hastuti dalam Vitalis, 2008:66):

a. Pembukaan 

Diletakkan dasar bagi pengembangan hubungan antar pribadi (working relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah dalam wawancara konseling. Jika konselor dan konseli bertemu untuk pertama kali, waktunya akan lebih lama dan isinya akan berbeda dibandingkan dengan pembukaan saat konseli dan konselor bertemu kembali untuk melanjutkan wawancara yang telah berlangsung sebelumnya.

b. Penjelasan masalah

Konselor mempersilahkan atau mengundang konseli untuk mengungkapkan alam perasaan, alam pikiran kepada konselor secara bebas. Konselor segera merespon pernyataan perasaan atau pikiran konseli dengan teknik yang sesuai, memiliki derajat emosional yang tinggi, semakin membuka dirinya.

c. Penggalian latar belakang masalah

Pada fase penggalian latar belakang masalah ini inisiatif ada pihak konselor untuk memperoleh gambarn yang jelas, lengkap dan mendalam tentang masalah konseli. Fase ini disebut dengan analisis kasus, yang dilakukan menurut sistematika tertentu sesuai dengan pendekatan konseling yang diambil. Konselor disini mengambil sikap’’ekletik’’, karena sistematika analisis disesuaikan dengan jenis masalah, taraf perkembangan konseli, dan pengalaman konselor dalam menetapkan konseling tertentu.

d. Penyelesaian masalah

Berdasarkan data setelah diadakan analisis kasus, konselor dan konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi. Meskipun konseli selama fase ini harus ikut berfikir, memandang dan mempertimbangkan, peran konselor di institusi pendidikan dalam mencari penyelesaian permasalahan pada umumnya lebih besar.

e. Penutup

Mengakhiri proses konseling dapat mengambil bentuk yang agak formal sehingga konselor dan konseli menyadari bahwa hubungan antar pribadi telah usai. Oleh karena itu biasanya konselor mengambil inisiatif dalam memulai fase penutup ini.

Daftar Pustaka

Bimbingan Kelompok


A.      Pengertian bimbingan kelompok
Beberapa pengertian tentang bimbingan kelompok menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1.       Prayitno (1995: 178) mengemukakan bahwa Bimbingan kelompok adalah Suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran, dan lain-lain sebagainya; apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta lainnya.
2.       Sementara Romlah (2001: 3) mendefinisikan bahwa bimbingan kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencagah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.
3.       Sedangkan menurut (Sukardi, 2003: 48) Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat.
4.       Wibowo (2005: 17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok dimana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah Suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.
B.      Tujuan bimbingan kelompok
Ada beberapa tujuan bimbingan kelompok yang dikemukakan oleh beberapa ahli, adalah sebagai berikut:
Menurut amti (1992: 108) bahwa tujuan bimbingan kelompok terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum bimbingan kelompok betujuan untuk membantu para siswa yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga menembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk:
1.       Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan teman-temannya.
2.       Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok
3.       Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama temanteman dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada umumnya.
4.       Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok.
5.       Melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan oran lain.
6.       Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial
7.       Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang lain.
Tujuan bimbingan kelompok seperti yang dikemukakan oleh (Prayitno, 1995: 178) adalah:
1.       Mampu berbicara di depan orang banyak
2.       Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan lain sebagainya kepada orang banyak
3.       Belajar menghargai pendapat orang lain,
4.       Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.
5.       Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat negatif).
6.       Dapat bertenggang rasa
7.       Menjadi akrab satu sama lainnya,
8.       Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan bersama
Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat. (Sukardi, 2003: 48).
Layanan bimbingan kelompok merupakan media pengembangan diri untuk dapat berlatih berbicara, menanggapi, memberi menerima pendapat orang lain, membina sikap dan perilaku yang normatif serta aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat mengembangkan potensi diri serta dapat meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi yang dimiliki.
C.      Fungsi bimbingan kelompok
Fungsi dari layanan bimbingan kelompok diantaranya adalah sebagai berikut :
1.       Memberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan memberikan tanggapan tentang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekitar.
2.       Mempunyai pemahaman yang efektif, objektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal tentang apa yang mereka bicarakan.
3.       Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan sendiri dan lingkungan mereka yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.
4.       Menyusun progran-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap sesuatu hal yang buruk dan memberikan dukungan terhadap sesuatu hal yang baik.
5.       Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana apa yang mereka programkan semula.
D.      Asas bimbingan kelompok
Asas-asas yang ada dalam layanan bimbingan kelompok diantaranya adalah sebagai berikut :
1.       Asas kerahasiaan
Para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain
2.       Asas keterbukaan
Para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat,ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan dipikirkannyatanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu.
3.       Asas kesukarelaan
Semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpamalu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin kelompok
4.       Asas kenormatifan
Semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak bolehbertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.
E.       Komponen-komponen bimbingan kelompok
Komponen-komponen yang ada dalam layanan bimbingan kelompok diantaranya terdapat pemimpin kelompok dan anggota kelompok.
1.       Pemimpin kelompok
Pemimpin kelompok memiliki peran penting dalam rangka membawa para anggotanya menuju suasana yang mendukung tercapainya tujuan bimbingan kelompok. Sebagaimana yang dikemukakan Prayitno (1995: 35-36) bahwa peranan pemimpin kelompok ialah:
a.       Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok. Campur tang ini meliputi, baik hal-hal yang bersifat isi dari yang dibicarakanmaupun yang mengenai proses kegiatan itu sendiri
b.       Pemimpin kelompok memusatkan perhatian pada suasana yang berkembang dalam kelompok itu, baik perasaan anggota-anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok. Pemimpin kelompok dapat menanyakan suasanan perasaan yang dialami itu.
c.       Jika kelompok itu tampaknya kurang menjurus kearah yang dimaksudkan maka pemimpin kelompok perlu memberikan arah yang dimaksudkan itu.
d.       Pemimpin kelompok juga perlu memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadidalam kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok.
e.       Lebih jauh lagi, pemimpin kelompok juga diharapkan mampu mengatur “lalu lintas” kegiatan kelompok, pemegang aturan permainan (menjadi wasit), pendamai dan pendorong kerja sama serta suasana kebersamaan. Disamping itu pemimpin kelompok, diharapkan bertindak sebagai penjaga agar apapun yang terjadi di dalam kelompok itu tidak merusak ataupun menyakiti satu orang atau lebih anggota kelompok sehingga ia / mereka itu menderita karenanya.
f.        Sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya, juga menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.
2.       Anggota kelompok
Kegiatan layanan bimbingan kelompok sebagian besar juga didasarkan atas peranan para anggotanya. Peranan kelompok tidak akan terwujud tanpa keikutsertaan secara aktif para anggota kelompok tersebut. Karena dapat dikatakan bahwa anggota kelompok merupakan badan dan jiwa kelompok tersebut. Agar dinamika kelompok selalu berkembang, maka peranan yang dimainkan para anggota kelompok adalah:
a.       Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antaranggota kelompok.
b.       Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok.
c.       Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama.
d.       Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik.
e.       Benar-benar berusaha untuk secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok.
f.        Mampu berkomunikasi secara terbuka.
g.       Berusaha membantu anggota lain.
h.       Memberi kesempatan anggota lain untuk juga menjalankan peranannya.
i.        Menyadari pentingnya kegiatan kelompok itu.

TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING PERSON CENTERED THERAPY


A.    PERSON CENTERED THERAPY
Konseling berpusat pada person (person centred therapy) dikembangkan oleh Carl Person Rogers, salah seorang psikolog klinis yang sangat menekuni bidang konseling dan psikoterapi. Dia dilahirkan pada 1920 di Loak Park, Illinois. Psikoterapi ini berkembang pada tahun 1960an, psikoterapi ini menekankan bahwa prinsip terapi ini tidak hanya diterapakan dalam proses terapi tetapi prinsip-prinsip terapi ini dapat diterapkan di berbagai setting seperti dalam masyarakat. Titik berat dari PCT meningkatkan keterlibatan hubungan personal dengan klien, terapist lebih aktif & terbuka, lebih memperhatikan pengaruh lingkungan. Periode ini memperkenalkan unsur-unsur penting dari sikap-sikap terapis, yakni keselarasan, pandangan dan penerimaan positif, dan pengertian yang empatik sebagai prasyarat bagi terapi yang efektif.  
Didasarkan pada pandangan subjektif terhadap pengalaman manusia, menekankan sumber daya terapi untuk menjadi sadar diri self-aware dan untuk pemecahan hambatan ke pertumbuhan pribadi. Model ini meletakkan klien, bukan terapi, sebagai pusat terapi. Falsafah dan Asumsi Dasar Model ini berdasarkan pada pandangan positif tentang manusia yang melihat orang memiliki sifat bawaan berjuang keras ke arah menjadi untuk berfungsi secara penuh (becoming fully functioning). Asumsi dasarnya adalah dalam konteks suatu hubungan pribadi dengan kepedulian terapist, klien mengalami perasaan yang sebelumnya ditolak atau disimpangkan dan peningkatan self-awareness.
B.     SEJARAH PERKEMBANGAN
Berdasarkan sejarahnya, teori konseling yang dikembangkan Rogers ini mengalami beberapa perubahan. Pada mulanya dia mengembangkan pendekatan konseling yang disebutnon-directive counseling (1940). Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang saat itu yang terlalu berorientasi pada konselor atau directive counseling.Pada 1951 Rogers mengubah namanya menjadi client centred counseling sehubungan dengan perubaghan pandangan tentang konseling yang menekankan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien. Enam tahun berikutnya, pada 1957 Rogers mengubah sekali lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada person (person centred), yang memandang klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian pengalaman baik pada klien maupun konselor dan keduanya perlu mengemukakan pengalamannya pada saat hubungan konseling berlangsung.
Konseling berpusat pada person ini memperoleh sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini, pendekatan konseling ini masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan. Dalam kaitan ini Geldard (1989) menyatakan bahwa karya Rogers ini memiliki kekuatan (powerfull) dan manfaat (userfull) dalam membantu klien.
C.     HAKIKAT MANUSIA.
Hakikat manusia menurut Rogers adalah sebagai berikut :
1.      Manusia cenderung untuk melakukan aktualisasi diri, hal ini dapat dipahami bahwa organisme akan mengaktualisasikan kemampuanya dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri.
2.      Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal dan individu itu mereaksi medan itu sebagaimana yang dipersepsi. Oleh karena itu, persepsi individu tentang medan fenomenal bersifat subjektif.
3.      Manusia pada dasarnya bermanfaat dan berharga dan dia memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang baik bagi dirinya.
4.      Secara mendasar manusia itu baik dan dapat dipercaya, konstruktif tidak merusak dirinya.
5.      Manusia pada dasarnya aktif, bukan pasif
6.      Setiap individu dlm dirinya terdapat motor penggerak : terbuka pd pengalaman diri, percaya pd diri sendiri.

D.    PERKEMBANGAN PERILAKU
1.      Struktur Kepribadian
Rogers mengungkapkan bahwa terdapat tiga unsure yang sangat esensial dalam hubungannya dengan kepribadian, yaitu self, medan fenomenal, dan organisme.
1)      Self adalah bagian dari kepribadian yang terpenting dalam pandangan Rogers. Self (disebut pula struktur self atau self cencept) merupakan persepsi dan nilai-nilai individu tentang dirinya atau hal-hal lain yang berhubungan dengan dirinya. Self merupakan suatu konsepsi yang merupakan persepsi mengenai dirinya “I” atau “me” dan persepsi hubungan dirinya dengan orang lain dengan segala aspek kehidupannya. Self meliputi dua hal, yaitu self riil (real-self) dan self ideal (ideal-self). Real self merupakan gambaran sebenarnya tentang dirinya yang nyata, dan ideal-self merupakan apa yang menjadi kesukaan, harapan, atau yang idealisasi tentang dirinya.
2)      Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Pengalaman yang meliputi peristiwa-peristiwa yang diperoleh dari pengamatan dan dari apa yang pernah dilakukan individu. Pengalaman ada yang bersifat internal yaitu persepsi mengenai dirinya sendiri dan pengamatan yang bersifat eksternal yaitu persepsi mengenai dunia luarnya. Pengalaman-pengalaman ini berbeda individu satu dengan lainnya, dan dapat menjadi self. Kita dapat memahami medan fenomenal seseorang hanya dengan menggunakan kerangka pemikiran internal individu yang bersangkutan (internal frame of reference). Pemahaman secara empati, sebagai bentuk internal frame of reference, sangat berguna dalam memahami medan fenomenal ini.  
3)      Organisme merupakan keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran, perilaku, dan keadaan fisik. Organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan mengembangkan diri. Perilaku itu merupakan usaha organism yang berarah tujuan (goal-directed) yaitu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sebagaimana dialaminya, dan dalam medan sebagaimana yang diamatinya. Dalam hubungan ini emosi menyertai dan pada umumnya memberikan fasilitas perilaku berarah tujuan itu. Kebanyakan cara-cara berperilaku yang diambil orang adalah yang selaras dengan konsep self. Organisme bereaksi terhadap medan fenomenal sebagaimana medan itu dialami dan diamati. Bagi individu dunia pengamatan ini adalah kenyataan (realitas). Organisme bereaksi terhadap medan fenomenal sebagai keseluruhan yang terorganisasi. Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus menerus antara organisme, self, dan medan fenomenal.
2.      Pribadi sehat dan bermasalah
a.       Pribadi sehat
Pribadi yang sehat menurut Person Centered adalah:
1.      Kapasitas untuk memberikan toleransi pada apapun dan siapapun.
2.      Menerima dengan senang hati hadirnya ketidakpastian dalam hidup.
3.      Mau menerima diri sendiri dan orang lain.
4.      Spontanitas dan kreatif.
5.      Kebutuhan untuk tidak dicampuri orang lain dan menyendiri (privacy).
6.      Mempunyai kepedulian yang tulus pada orang lain.
7.      Mempunyai rasa humor
8.      Terarah dari dalam diri sendiri.
9.      Mempunyai sikap yang terbuka terhadap hidup.
10.  Mempercayai diri sendiri
11.  Adanya keselarasan atau kongruensi antara organisme, ideal self, dan self concept.

b.      Pribadi bermasalah
Karakteristik pribadi yang menyimpang menurut Person Centered adalah:
1.      Adanya ketidaksesuaian antara persepsi diri dan pengalamannya yang riil
2.      Adanya ketidaksesuaian antara bagaimana dia melihat dirinya (self-concept) dan kenyataan atau kemampuannya.
3.      pribadi yang inkongruensi atau tidak kongruen antara ideal self, self concept, dan organisme
4.      kesenjangan antara ideal self dan self concept, jika hal ini terjadi akan menimbulkan khayalan tinggi
5.      kesenjangan antara self concept dan organisme, sehingga dapat menimbulkan perasaan rendah diri (minder)
6.      Tidak mampu mempersepsi dirinya, orang lain, dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara objektif
7.      Tidak terbuka terhadap semua pengalaman yang mengancam konsep dirinya,
8.      Tidak mampu mengembangkan dirinya kearah aktualisasi diri
E.     HAKIKAT KONSELING
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
F.      KONDISI PENGUBAHAN
1.      Tujuan
Secara ideal tujuan konseling berpusat pada person tidak terbatas oleh tercapainya pribadi yang kongruensi saja. Bagi Rogers tujuan konseling pada dasarnya sama dengan tujuan kehidupan ini, yaitu apa yang disebut dengan fully functioning person, yaitu pribadi yang berfungsi sepenuhnya. Rogers beranggapan bahwa fully functioning person merupakan hasil dari proses dan karena itu lebih bersifat becoming, sedangkan aktualisasi diri sebagaimana yang dikemukakan Maslow merupakan keadaan akhir dari kematangan mental dan emosional, karena itu lebih merupakan self-being (Cottone, 1991).
  Tujuan umum :
Meningkatkan derajat independensi (kemandirian) dan integrasi yang mengarah pada aktualisasi diri,
  Tujuan khusus meliputi:
        Memberi kesempatan dan kebebasan pada individu untuk mengkspresikan perasaaan –perasaannya, berkembang dan terealisasi potensinya.
        Membanntu individu untuk makin mampu berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan lingkungannya dan bukan pada penyembuhan tingkah laku itu sendiri.
        Membantu individu dalam perubahan dan pertumbuhan.
2.      Sikap,peran dan tugas konselor
Pemahaman konselor dipusatkan pada sikap, keterampilan, tugas serta fungsinya. Menurut Rogers, sikap yang harus dimiliki konselor adalah kejujuran/ketulusan (kongruensi), sikap positif yang tidak bersyarat (unconditional positive regard) dan pemahaman empati yang akurat. Adapun keterampilan pokok yang harus dimiliki oleh konselor adalah keterampilan mengamati tingkah laku konseli dan keterampilan mengkomunikasikan pemahaman terhadap konseli. Dan secara umum tugas dari konselor adalah menciptakan suasana konseling yang memfasilitasi pertumbuhan kepribadian konseli, sedangkan fungsi dari konselor adalah sebagai fasilitator, motivator, reflektor, dan model bagi konselinya.
Peran konselor antara lain:
a.       Terapist  tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan terapi tetapi itu dilakukan oleh klien sendiri.
b.      Terapist merefleksikan perasaan-perasaan klien sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien.
c.       Terapist menerima individu dengan sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun.
d.      Terapist memberi kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
3.      Sikap,peran dan tugas klien
Agar proses konseling dapat mencapai perubahan pribadi konseli yang diinginkan, maka diperlukan beberapa kondisi yang seharusnya ada pada konseli, yaitu adanya kesediaan konseli secara sukarela untuk menerima bantuan dan dapat bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dapat mengungkapkan perasaan tertekannya dengan baik dan konseli dan konselor harus bisa menciptakan suasana yang kondusif dalam proses konseling.
4.      Situasi Hubungan
Pada intinya, konseling person centred adalah terapi hubungan. Agar perubahan kepribadian konstruktif dapat terjadi, harus ada beberapa faktor dibawah ini dan harus terus ada selama beberapa waktu:
1)      Dua orang berada dalam kontak psikologis
2)      Yang pertama, mereka yang kita sebut istilah klien, dalam status tidak menentu, rapuh dan cemas.
3)      Orang kedua, kita sebut sebagai terapis, harmonis atau terintegrasi dalam hubungan.
4)      Terapis merasakan sikap positif tak bersyarat terhadap klien.
5)      Terapis merasakan pemahaman empatik terhadap kerangka rujukan internal klien (the internal frame of refence), dan berusaha mengkomunikasikan hal ini pada klien.
6)      Terjadinya pengkomunikasian pemahaman empatik terapis dan sikap positif tidak bersyarat terapis kepada klien, walaupun pada tingkatan yang paling minim.
G.    MEKANISME PENGUBAHAN
1.      Tahap – tahap konseling
Secara kongkrit, tahapan konseling dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Tahap Perkenalan
Pada tahap ini pemimpin yang berpusat pribadi diharapkan dapat menghindari penggunaan praktek yang direncanakan dan teknik. Sikap kepemimpinan dan karakter individu jauh lebih penting dibandingkan teknik yang digunakan. Dalam tahap perkenalan, konselor memulai percakapan.
b.      Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini, teknik-teknik atau keterampilan kunci meliputi keterampilan mendengar aktif, klarifikasi, pengenalan diri, pemberian penghargaan dan pengertian. Anggota dituntun untuk berbicara secara terbuka tentang apapun yang mereka rasakan saat itu
c.       Tahap Akhir (Terminasi)
Pada tahap ini pemimpin tidak diperlukan lagi. Apabila kelompok telah berjalan secara efektif, maka untuk sekarang kelompok telah bergerak dan dapat menggambarkan potensi-potensi dirinya untuk digunakan dalam kelompok. Pemimpin dapat membantu anggotanya untuk menyimpulkan apa yang telah mereka dapatkan dan menerapkan hal tersebut dalam kehidupan nyata setelah sesi konseling kelompok diakhiri. Dalam tahap akhir ini konselor mengakhiri percakapan.
2.      Teknik – teknik konseling
Teknik-teknik konseling yang dapat diterapkan, antara lain:
a.       Rapport, yaitu teknik yang bertujuan untuk membuat pendekatan dan hubungan yang baik dengan konseli agar selama proses terapi dapat berlangsung dengan lancar.
b.      Teknik klarifikasi, yaitu suatu cara konselor untuk menjernihkan dan meminta konseli untuk menjelaskan hal-hal yang dikemukakan oleh kepada konselor.
c.       Teknik refleksi, (isi dan perasaan) yaitu usaha konselor untuk memantulkan kembali hal-hal yang telah dikemukakan konseli (isi pembicaraan) dan memantulkan kembali perasaan-perasaan yang ditampakkan oleh konseli.
d.      Teknik “free expression” yaitu memberikan kebebasan kepada klien untuk berekspresi, terutama emosinya, cara kerja teknik ini seperti cara kerja kataris.
e.       Teknik “silence”, yaitu kesempatan yang berharga diberikan oleh terapis kepada klien untuk mempertimbangkan dan meninjau kembali pengalaman-pengalaman dan ekspresinya yang lampau
f.       Teknik “transference” yaitu ketergantungan konseli kepada konselor. Hal ini dapat terjadi pada awal terapi, tapi bukan merupakan dasar untuk kemajuan terapi. Kemungkinan transference terjadi karena sikap konselor yang memberikan kebebasan tanpa menilai atau mengevaluasi konseli.
H.    KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PCT
Kelebihan dari pendekatan ini antara lain :
1.      Pemusatan pada klien dan bukan pada terapist.
2.      Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3.      Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
4.      Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
5.      Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi
6.      Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis
7.      Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya
8.      Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi
Kelemahan dari pedekatan ini antara lain :
1.      Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
2.      Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
3.      Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
4.      Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
5.      Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
6.      Terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
7.      Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah
8.      Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya

Daftar Pustaka

Identifikasi Masalah dalam BK


A.    Pengertian Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi oleh peserta didik. Salah salah satu cara untuk memudahkan seseorang mengungkapkan atau menyatakan identifikasi masalah dengan baik adalah dengan mengetahui secara jelas masalah yang dihadapi.
Tujuan Identifikasi Masalah antara lain :
a. Konselor dapat mengenal kepribadian  peserta didik yang dianggap mempunyai masalah secara luas dan mendalam.
b. Konselor dapat memahami dan menetapkan faktor-faktor penyebab permasalahan yang dihadapi peserta didik.
c. Konselor dapat menentukan jenis layanan yang tepat sesuai dengan permasalahan klien.
d. konseli dapat terbantu utuk memahami permasalahanya.
B.     Pengertian masalah dalam BK
            Masalah dalam bimbingan dan konseling adalah segala sesuatu yang menjadi kendala atau hambatan pada diri siswa yang harus dipecahkan dalam pencapaian dan terwujudnya suaatu tujuan bimbingan dan konseling.
 Tujuan bimbingan dan konseling secara umum itu sendiri antara lain:
1.      Terpecahnya suatu masalah yang menjadi hambatan bagi siswa
2.      Menjadikan pribadi yang mandiri pada diri siswa
3.      Mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri siswa
4.      Menambah wawasan

C.    Data yang dapat dikumpulkan dalam identifikasi masalah antara lain (http://misscounseling.blogspot.com/2011/03/himpunan-data-dalam-bk.html di unduh pada tanggal 05 Apr. 13) :
a.    Data pribadi
1)   Identitas pribadi : nama, gelar, tempat dan tanggal lahir, alamat, kewarganegaraan, agama
2)    Kondisi fisik dan kesehatan
3)   Potensi diri : kemampuan dasar, bakat, minat dan kecenderungan pribadi,     cita-cita
4)   Hasil karya
5)   Status dan kondisi keluarga
6)   Status dan kondisi pekerjaan atau karir
7)   Kondisi kehidupan sehari-hari dan permasalahannya
8)   Muatan data pribadi diatas ada yang bersifat statis (yaitu kenyataan atau kondisi yang relative tidak berubah) dan yang bersifat dinamis (yaitu kenyataan atau kondisi yang mudah berubah0. sifat data yang statis dan dinamis itu sangat mempengaruhi dinamika penyelenggaraan dan pengembangan HD. Data statis teru-menerus tetap dipertahankan, sedangkan data dinamis harus selalu disesuaikan dengan kondisi aktualnya.
b.    Data Kelompok
            Data kelompok, yaitu data yang mengenai sekelompok individu (dalam jumlah yang terbatas). Data ini menyangkut misalnya, hubungan sosial antar individu dalam kelompok, kondisi kebersamaan dan kerjasama mereka, hasil perhitungan statistik tentang diri mereka. Dari data kelompok, mungkin ada yang dapat dipetik sebagai data pribadi dan pindahkan ke kelompok data pribadi. Sebaliknya data pribadi yang sejalan dapat dikelompokkan dan diletakkan pada bagian data kelompok.

c.      Data Umum
            Data umum, yaitu data yang tidak mengenai diri seseorang dan tidak pula berkenaan dengan kelompok (terbatas) individu tertentu. Data umum berasal dari luar diri pribadi atau kelompok. Data ini berbicara tentang hal-hal yang bersifat umum, mengenai fakta atau keterangan tentang hal-hal yang bersifat umum, mengenai fakta atau keterangan tentang apa saja yang dapat diakses oleh siapa saja. Data umum ini dapat berbentuk buku, kumpulan leaflet, informasi karir dan pendidikan, data tentang lingkungan yang lebih luas. Bahan-bahan ensiklopedia, pedoman dan panduan umum atau khusus, sumber informasi dan latihan dan sebagainya.
D.    Jenis – jenis masalah yang dihadapi siswa
Macam-macam masalah ada 4, tetapi dalam makalah ini hanya membahas 2 masalah, antara lain:
1.      Masalah belajar
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilkukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.
Memiliki ketidakmampuan belajar tidak berarti Anda tidak bisa belajar. But you'll need some help and you'll need to work extra hard. Tapi Anda akan membutuhkan bantuan dan Anda harus bekerja ekstra keras
a.       Faktor Internal
masalah yang timbul dari dalam diri siswa atau faktor-faktor internal yang ditimbulkan ketidak beresan siswa dalam belajar. Faktor internal berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti:



1)                  Kesehatan
Dalam hal ini kesehatan sangat berpengaruh terhadap masalah belajar. Karena jika kesehatan itu buruk maka yang akan terjadi individu akan mengalami ketidak kosentrasian sangat belajar.
2)                  Rasa Nyaman
Kenyamanan saat melakukan sesuatu terlebih lagi belajar merupakan suatu keinginan bagi individu, karena dengan kenyamanan tersebut maka individu akan bisa tercapai tujuannya. Tetapi jika individu tidak nyaman maka akan terhambat tercapainya tujuan, ini terjadi individu merasa tidak nyaman baik terhadap lingkungan maupun pribadinya sendiri
3)                  Latar Belakang Sosial
Siswa yang berasal dari latar belakang orang tua yag baik-baik, maka dimungkinkan perilaku anak akan mengikuti apa yang telah diajarkan oleh orang tuanya, dan memungkinkan memiliki semua kebutuhan sekolah. Namun sebaliknya, siswa yang bersal dari latar belakang sosial yang rendah, biasanya memiliki perilaku yang kurang sopan dan menimbulkan masalah belajar, karena minimnya fasilitas yang tersedia. Namun itu semua hanya dilihat secara umum saja. Namun perilaku siswa sekarang ini lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang ada dimasyaraka sekarang ini..
4)                  Kebiasaan Belajar
Masalah belajar yang dialami siswa salah satunya adalah dikarenakan kebiasaan belajar yang salah, terkadang siswa belajar disaat ada ulangan semata atau ujian-ujian sekolah.
5)                  Motivasi
Motivasi sangat mempengaruhi dalam belajar siswa. Motivasi yang dapat menimbulkan masalah belajar adalah ketika motivasi siswa itu hanya bersifat sementara ( motivasi ekstern ). Misalnya, siswa giat belajar ketika ditemani teman dekatnya atau “pacar”. Namun ketika hubungan itu putus, biasanya siswa juga akan mengalami malas belajar.
6)                  Kemampuan Mengingat
Kemampuan megingat siswa sangat berpengaruh dalam masalah belajar, untuk itu, bagi siswa yang memiliki kemampuan mengingatnya minim, maka siswa itu akan sulit untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari gurunya.
b.       Faktor Eksternal
Faktor yang timbul dari luar diri siswa. Faktor Eksternal dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1)        Faktor Sosial
Faktor Sosial dibagi menjadi beberapa Lingkungan, yaitu :
Ø Lingkungan Keluarga
·   Keluarga
Dalam kegiatan belajar, seorang anak perlu diberi dorongan dan pengertian dari orang tua. Apabila anak sedang belajar, anak jangan diganggu dengan tugas rumah. Orang tua berkewajiban memberi pengertian dan dorongan serta semaksimal mungkin membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi anak di sekolah. Didikan orang tua yang kurang baik akan berpengaruh tidak baik pula terhadap kondisi anak dalam kegiatan belajar.
·   Suasana Rumah
Hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis akan menimbulakan suasana kaku dan tegang dalam berkeluarga yang menyebabkan anak kurang bersemangat untuk belajar. Sedangkan suasana rumah yang akrab, menyenangkan dan penuh kasih sayang, akan memberikan dorongan belajar yang kuat bagi anak.
·   Latar belakang budaya
Tingkat pendidikan dan kebiasaan dalam keluarga, akan mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Jadi, anak-anak hendaknya ditanamkan kebiasaan yang baik agar mendorong anak untuk belajar.
Ø Lingkungan Masyarakat
·   Teman Bergaul
Pergaulan dan teman sepermainan sangat dibutuhkan dalam membentuk kepribadian dan melatih anak untuk lebih bersosialisai. Sedangkan tugas orang tua harus memperhatikan agar anak-anaknya jangan sampai mendapat teman bergaul yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan. Karena prilaku yang tidak baik, akan mudah sekali menular kepada anak lain.
·   Pola Hidup Lingkungan
Pola hidup tetangga yang berada di sekitar rumah di mana anak itu berada, punya pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika anak berada di kondisi masyarakat kumuh yang serba kekurangan, dan anak-anak pengangguran misalnya, akan sangat mempengaruhi kondisi belajar anak, karena ia akan mengalami kesulitan ketika memerlukan teman belajar untuk berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar.
·   Kegiatan dalam masyarakat
Kegiatan dalam masyarakat dapat berupa karang taruna, menari, olah raga, dan lain sebagainya. Bila kegiatan tersebut dilakukan secara berlebihan, tentu akan menghambat kegiatan belajar. Jadi, orang tua perlu memperhatikan kegiatan anak-anaknya.
2)        Faktor Non Sosial
Ø Sarana Belajar
Sarana belajar di sekolah, juga akan mempengaruhi kondisi belajar siswa. Perpustakaan yang tidak lengkap, papan tulis yang sudah buram, laboratorium yang darurat atau tidak lengkap, tempat praktikum yang tidak memenuhi syarat, tentu akan mempengaruhi kualitas belajar, dan pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Adakalanya juga, sarana yang sudah begitu lengkap tidak disertai dengan sistem pelayanan yang ramah. Contohnya, pegawai perpustakaan yang cenderung tidak ramah, dan tidak membantu, peraturan-peraturan yang tidak memberikan layanan yang jelas terhadap pemakai sarana, sikap arogan petugas menganggap bahwa pusat-pusat layanan itu adalah miliknya karena ia merasa mempunyai otoritas.
Ø Cuaca
Hal ini dapat berupa keadaan cuaca yag tidak mendukung anak untuk melangsungkan proses belajar mengajar. Kalaupun berlangsung, tentu kondisi belajar siswa akan kurang optimal. Misalnya cuaca yang sangat panas, biasanya anak merasa tidak nyaman belajar dalam keadaan yang panas.
Ø Keadaan Rumah
Kondisi rumah yang sempit, kotor, berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki sarana umum untuk anak, jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa. Karena pasti dalam diri anak akan timbul rasa malas, tidak nyaman, dan kadang berisik dengan keadaan perkampungan yang begitu padat dengan orang.
2.      Masalah Sosial
Masalah sosial adalah hambatan –hambatan yang di hadapi siswa dengan lingkungan sekolah maupun lingkungan sekitarnya.  Masalah ini timbul karena kurangnya kemampuan siswa dalam bersosialisai atau menyesuaikan diri  dengan lingkungannya.  Misalnya, kesulitan dalam mencari teman bermain, merasa terasingi didalam kelompok belajar dan sebagainya.
Ø Masalah sosial dapat dikatagorikan menjadi 4 faktor yaitu :
a.    Faktor Ekonomi
Faktor ini biasanya dialami oleh siswa yang mengalami masalah ekonomi, contohnya kemiskinan. Dalam hal ini siswa akan merasa minder untuk bergaul dengan teman sebaya, hal ini bisa menjadi masalah bagi siswa tersebut untuk bersosialisasi dalam lingkungan pergaulan.
b.     Faktor  Budaya
Budaya merupakan cara hidup yang berkembang dalam masayarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi seterusnya. Dalam perkembangan zaman yang serba maju ini banyak budaya luar yang masuk dan menggantikan kebudayaan lama. Contohnya budaya kebebasan dari luar menggantikan budaya kesopanan. Akibatnya banyak kasus kenakalan remaja yang meningkat akhir-akhir ini.
c.      Faktor Biologis
Dalam faktor ini siswa akan merasa minder atau dijauhi teman – temannya dikarenakan memiliki masalah yang diderita, misalkan mempunyai penyakit menular.
d.     Faktor Psikologis
Dalam faktor ini siswa akan dijauhi oleh teman dilingkungannya dikarenakan siswa tersebut memiliki masalah gangguan mental yang membuat temanlingkunganya merasa takut untuk berteman. Gangguan metal tersebut misalnya stres, gangguan syaraf, atau dianngap memiliki kepercayaan yang menyesatkan.
Ø Menurut Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu:
a.       Konflik dan kesenjangan
Seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
b.       Perilaku Penyimpangan
Seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
c.       Perkembangan manusia
Seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.



E.     Strategi Pendekatan Dalam Konseling
a.    Strategi pendekatan yang digunakan dalam masalah belajar:
1.     Pendekatan Individual
Pendekatan individual merupakan pendekatan langsung yang dilakukan guru terhadap anak didiknya untuk memecahkan kasus anak didiknya dalam masalah kesulitan belajar.
Pembelajaran individual merupakan salah satu cara guru untuk membantu siswa membelajarkan siswa, membantu merencanakan kegiatan belajar siswa sesuai dengan kemampuan dan daya dukung yang dimiliki siswa.
Pendekatan individual akan melibatkan hubungan yang terbuka antara guru dan siswa, yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan bebas dalam belajar sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa dalam belajar.
Untuk mencapai hal itu, guru harus melakukan hal berikut ini;
a)    mendengarkan secara simpati dan menanggapi secara positif pikiran anak didik dan membuat hubungan saling percaya.
b)   membantu anak didik dengan pendekatn verbal dan non-verbal.
c)     membantu anak didik tanpa harus mendominasi atau mengambil alih tugas.
d)   menerima perasaan anak didik sebagaimana adanya atau menerima perbedaannya dengan penuh perhatian.
e)    menanggani anak didik dengan memberi rasa aman, penuh pengertian, bantuan, dan mungkin memberi beberapa alternatif pemecahan.
Ø Keuntungan dari pengajaran pendekatan individual yaitu:
a)       mencegah terjadinya ilusi dalam kemajuan tetapi bersifat nyata melalui diskusi kelompok,
b)      mengarahkan perhatian siswa terhadap hasil belajar perorangan,
c)       memberi peluang siswa untuk maju secara optimal dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya,
d)     menumbuhkan hubungan pribadi yang menyenangkan antara siswa dan guru,
e)      memberi kesempatan bagi para siswa yang pandai untuk melatih inisiatif berbuat yang lebih baik, dengan jalan membantu temannya yang tergolong lamban dalan memecahkan soal-soal yang dianggapnya sulit.
Ø Sedangkan kelemahan pembelajaran pendekatan individual sebagai berikut
a)      proses pembelajaran relative memakan banyak waktu sesuai dengan jumlah bahan yang dihadapi dan jumlah peserta didik.
b)      Adanya penggunaan pasangan guru dan siswa dalam manajemen kelas regular secara perorangan, sehingga terjadi kemungkinan sebagaian peserta didik tidak dapat dikelola dengan baik.
c)       Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan pendekatan ini karena menuntut kesabaran dan penguasaan materi secara lebih luas dan menyeluruh(


2.    Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada tahun 1916, yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu :
a)      Mengaitkan, adalah strategi yang digunakan seoramg guru untuk mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
b)      Mengalami, merupakan menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahui sebelumnya.
c)      Menerapkan, menerapkan suatu konsep ketika malakukan kegiatan pemecahan masalah.
d)     Kerjasama, dengan kerja kelompok, siswa sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan.
e)      Mentransfer, guru berperan sebagai acuan untuk membuat konseli dapat belajar dengan fokus.



b.    Strategi pendekatan yang digunakan dalam masalah sosial
1.         Pendekatan Rational Emotif
Terapi emosi rasional dikembangkan oleh Albert Ellis di pertengahan 1950-an. 
Terapi emosi rasional (RET) adalah pendekatan psikoterapi yang menyatakan bahwa keyakinan yang tidak realistis dan tidak rasional menyebabkan banyak masalah emosional 
.
Ø    Ciri-ciri berpikir irasional :
a)      tidak dapat dibuktikan
b)      menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
c)       menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Ø    Tujuan pendekatan Rasional Emotif
Fokus utama dari pendekatan pengobatan ini adalah untuk menunjukkan perubahan dalam berpikir yang akan menyebabkan perubahan perilaku, dengan demikian mengurangi atau memperbaiki gejala.Terapi menekankan perubahan pola berpikir irasional yang menyebabkan penderitaan emosional ke dalam pikiran yang lebih masuk akal dan rasional, menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah
           Dengan pendekatan ini diharapkan peserta didik bisa berpikir rasional dalam bertingkahlaku di dalam lingkungan masyarakat.
2.         Pendekatan Humanistik
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan.
Teori Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia / individu. Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
Ø  Menurut Ahmad Sudrajat, konsep dasar pendekatan Humanistik terdiri dari tiga aspek yaitu :
1.        Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri apa yang ia kerjakan dan yang tidak ia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya.
2.         Manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda, oleh karena itu manusia mesti berani menghancurkan pola-pola lama dan mandiri menuju aktualisasi diri.
3.        Setiap orang memiliki potensi kreatif dan bisa menjadi orang kreatif. Kreatifitas merupakan fungsi universal kemanusiaan yang mengarah pada seluruh bentuk self expression.
Teori Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia / individu. Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
Jadi untuk masalah sosial sangat cocok dengan menggunakan pendekatan humanistik, karena manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya, agar diterima di lingkungan masyarakat.




F.      Contoh kasus
1.      Sebut saja Bunga ( bukan nama sebenarnya ) berasal dsri kalangan keluarga yang tidak mampu dan berasal dari desa, namun karena Bunga merupakan anak yang tergolong cerdas, sehingga ia mampu melanjutkan ke sekolah menengah atas yang terbilang favorit  dengan bantuan beasiswa dari sekolah. Semula Bunga merasa bangga karena ia menganggap anak desa seperti saya dapat melanjutkan studinya kesekolah yang favorit. Namun di lain fihak, Bunga merasa minder dengan teman-temanya yang sebagian besar berasal dari kalangan keluarga kaya, dengan pola pergaulan yang berbeda dengan dirinya. Hingga akhirnya ia menganggap bahwa orang kaya adalah orang tergolong egois, sombong, kurang bersahabat, dan sukanya pilih-pilih teman. Semaki lama pemikiran tersebut semakin mengakar, hingga akirnya ia merasa ditolak dalam teman pergaulannya, merasa kesepian, dan merasa terisolir. Semakin hari nilai Bunga pun semakin turun.
Dari contoh kasus diatas, merupakan permasalahan sosial yang dapat ditangani melalui pendekatan Rational Emotif. Karena Bunga memiliki pandangan-pandangan irasional yang menganggap semua orang kaya sombong. Jelas pemikiran tersebut salah, karena sebenarnya tidak semua orang kaya sombong.
2.      Anton adalah seorang anak yang memiliki kecerdasan kurang dibanding dengan teman-temannya yang lain. Ia tergolong anak yang lamban, ketika guru menjelaskan ia memang memperhatikan, namun pada akhirnya ia merasa tidak mudeng/nyambung dengan apa yang diterangkan guru. Padahal rata-rata temannya memahami apa yang diajarkan guru tersebut. Pada jam pulang ia meminta waktu kepada temannya untuk sekadar menerangkan kembali apa yang telah diterangkan oleh gurunya tadi. Setelah diterangakan melalui berbagai contoh, pengertian, dan penjelasan-penjelasan lainnya dari teman, ia baru memahami apa yang diajarkan oleh gurunya tadi.
Masalah yang dialami Anton adalah masalah yang berhubungan dengan masalah belajar. Tugas seorang guru adalah dengan membantunya agar keluar dari masalah tersebut. Teman Anton mungkin 1 sampai 2 hari mau membantunya, namun lama-kelamaan ia merasa terganggu dengan Anton, karena ia sering telat pulang.
Disini tugas seorang guru Bk di bantu wali kelas, dan guru mapel melakukan pendekatan individu, agar siswa secara langsung dan intensif mendapatkan penanganan.  
3.      Tawuran remaja merupakan contoh masalah sosial yang dapat ditangani melalui pendekatan humanistik. Karena bagaimanapun meraka harus bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Dan mengembalikan kepribadian mereka yang cinta pada sesama dan cinta damai.